Mudahnya akses menuju Semarang setelah selesainya pembangunan jalan tol Cipali membuat banyak warga ibu kota dan sekitarnya berkunjung ke Semarang. Perjalanan dengan kendaraan pribadi dari Jakarta menuju Semarang kini dapat ditempuh dengan sekitar 9 ~12 jam (karena di beberapa titik masih ada kemacetan...Maret 2018) seperti di sekitar Karawang, Tegal dll. Namun ini sudah jauh lebih baik daripada sebelum adanya jalan tol Cipali.
Perlu diingat, ketika anda berkendara lewat jalan tol, kartu tol harus memiliki saldo yang cukup, sekitar 150 rupiah sekali jalan dari Jakarta. Kalo kebetulan lupa isi ulang, jangan khawatir karena sepanjang jalan ada beberapa rest area dimana terdapat convenient store yang menyediakan layanan isi ulang (top up).
Sekarang yok kita jalan-jalan di sekitar kota Semarang.
1. Lang Sewu
Lawang Sewu ato seribu pintu merupakan gedung gedung bersejarah berlokasi di jalan Pandanaran dekat bundaran Tugu Muda yang dahulu
disebut Wilhelminaplein, Kota Semarang, Jawa Tengah. Bangunan ini dulunya merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907.
disebut Wilhelminaplein, Kota Semarang, Jawa Tengah. Bangunan ini dulunya merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907.
Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu karena bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak, meskipun kenyataannya, jumlah pintunya tidak mencapai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang).
Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia.
Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer Kodam IV/Diponegoro dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945).
Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.
Untuk menuju tempat ini, dari Simpang Lima anda ambil Jalan Pandanaran jalan terus hingga bundaran Tugu Muda, berputar setengah bundaran maka anda akan melihat Lawang Sewu di sebelah kiri. Namun perlu dicatat bangunan ini tidak menyediakan tempat parkir, jadi kita harus parkir di dekat gereja yang tidak jauh dari Lawang Sewu (lampu merah lurus). Untuk menikmati bangunan tua Lawang Sewu kita hanya perlu membayar tiket masuk sebesar 10.000 rupiah untuk dewasa dan 5000 rupiah untuk pelajar.
2. Simpang Lima
Simpang Lima Semarang adalah sebuah lapangan yang berada di pusat kota Semarang dijalur nasional. Lapangan ini disebut juga Lapangan Pancasila.
Simpang lima merupakan pertemuan dari lima jalan yang menyatu, yaitu Jl. Pahlawan, Jl. Pandanaran, Jl. Ahmad Yani, Jl. Gajah Mada dan Jl A Dahlan.
Di sekitar taman yang mungkin bisa dikatakan mirip taman Monas di Jakarta (untuk fungsinya) berdiri hotel-hotel berbintang dan pusat perbelanjaan. Di antaranya Hotel Ciputra, Hotel Horison, Hotel Graha Santika, Mall Ciputra, E Plaza, Plaza Simpang Lima, Living Plaza, @Hom Hotel, Holiday Inn Expres, Warhol Apartemen dan Condotel.
Lapangan ini merupakan pusat keramaian warga Semarang setiap hari Sabtu-Minggu. Terutama pada hari minggu pagi tempat ini hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki dan bersepeda. Pada malam hari kita bisa naik becak-becak hias yang banyak disewakan di sekitar taman ini. Untuk menyewa becak hias anda perlu merogoh kocek sebsar 35-45 ribu rupiah tergantung ukuran dan keindahan hiasannya.
Simpang Lima dijadikan sebagai pusat Alun-alun Semarang berdasarkan atas usulan Presiden RI pertama kali yaitu Ir. Soekarno dengan alasan Pusat alun-alun yang semula berada di Kawasan Kauman telah beralih fungsi menjadi Pusat Perbelanjaan. Rencana pembangunan Lapangan Pancasila waktu itu dipilih di ujung jalan Oei Tiong Ham (Jalan Pahlawan Semarang). Lapangan Pancasila kemudian dapat terbangun pada tahun 1969.
Saat ini Lapangan Pancasila sudah menjadi landmark kota Semarang merupakan ruang terbuka yang biasa digunakan oleh masyarakat Semarang untuk beraktivitas. Kota Semarang sendiri menjadi identik dengan Simpang Lima, karena pusat kegiatan dan keramaian berada disini.
Lapangan Simpang ini biasanya pada hari Minggu di padati oleh pengunjung yang ingin berolahraga, jalan-jalan, dan aktivitas lainnya.
Apalagi disaat menjelang pergantian tahun, Simpang Lima Semarang menjadi pusat perayaan pergantian Tahun. Biasanya di Simpang Lima Semarang ini diadakan pesta kembang api dan konser musik.
Bagi anda yang suka wisata kuliner, maka daerah Simpang Lima merupakan lokasi yang pas untuk dikunjungi. Disekitar daerah ini ada banyak tempat kuliner baik khas Jawa Tengah maupun daerah lain. Harganya masuk acceptable untuk daerah wisata, soto ayam dibandorol 15-20 ribu rupiah, nasi goreng sekitar 20 -25 ribu rupiah, nasi ayam bakar 20-25 ribu, dll.
3. Kelenteng Sam Poo Kong
Kelenteng Gedung Batu Sam Po Kong adalah sebuah petilasan, yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang bernama Zheng He / Cheng Ho. Terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang, tapatnya di Jl. Simongan No.129, Bongsari.
Tanda yang menunjukan sebagai bekas petilasan yang berciri keislamanan dengan ditemukannya tulisan berbunyi "marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Qur'an".
Disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu, orang Indonesia keturunan cina menganggap bangunan itu adalah sebuah kelenteng - mengingat bentuknya memiliki arsitektur bangunan cina sehingga mirip sebuah kelenteng.
Sekarang tempat tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu diletakan sebuah altar, serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Padahal laksamana cheng ho adalah seorang muslim, tetapi oleh mereka di anggap dewa. Hal ini dapat dimaklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau Tau menganggap orang yang sudah meninggal dapat memberikan pertolongan kepada mereka.
Menurut cerita, Laksamana Zheng He sedang berlayar melewati laut jawa, namun saat melintasi laut jawa, banyak awak kapalnya yang jatuh sakit, kemudian ia memerintahkan untuk membuang sauh. Kemudian merapat ke pantai utara Semarang untuk berlindung di sebuah Goa dan mendirikan sebuah masjid di tepi pantai yang sekarang telah berubah fungsi menjadi kelenteng. Bangunan itu sekarang telah berada di tengah kota Semarang di akibatkan pantai utara jawa selalu mengalami proses pendangkalan yang di akibatkan adanya proses sedimentasi sehingga lambat-laun daratan akan semakin bertambah luas kearah utara.
Konon, setelah Zheng He meninggalkan tempat tersebut karena ia harus melanjutkan pelayarannya, banyak awak kapalnya yang tinggal di desa Simongan dan menikah dengan penduduk setempat. Mereka bersawah dan berladang di tempat itu. Zheng He memberikan pelajaran bercocok-tanam serta menyebarkan ajaran-ajaran Islam, di Kelenteng ini juga terdapat Makam Seorang Juru Mudi dari Kapal Laksamana Cheng Ho.
Di kompleks kelenteng ini terdapat beberapa bangunan termasuk sebuah patung Laksamana Zheng Ho berukuran cukup besar dan banguna baru kelenteng. Untuk memasuki kompleks patung Laksamana Zheng Ho kita hanya perlu membayar 10 ribu rupiah untuk orang dewasa dan 5 ribu untuk anak-anak. Sementara untuk memasuki kompleks kelenteng kudu perlu bayar 20 ribu rupiah. Bagu anda yang ingin berpose dengan pakaian tradisional ala China, di sini juga ada tempat penyewaan baju. Dengan membayar 160 ribu rupiah anda sudah bisa berpose layaknya orang-orang China.
No comments:
Post a Comment